Mith, menemuimu ialah bagian dari 10 jariku

By Afrilia Utami - October 28, 2012


sore ini aku pulang tidak dengan basah sekujur pakaianku, mith. kau sedang apa di sana? aku kangen denganmu. aku kangen menemukanmu, tiba-tiba dekat sekali, hanya duakaki dari sampingku. aku dapat melihat proses kehidupan yang dengan-Nya orang-orang dipertemukan, tapi perpisahan bukan bagian dari rencana yang kita maksudkan. tubuhmu yang makin kisut, aku dapat melihatnya. getar tanganmu, seperti gigilnya gigiku. mengeja lisan tiap dzikir, tiap di mana aku mencari sekawanan kata yang dapat menghiburku. kau kata, aku kata, kita adalah kata-kata.

mith, dalam buku aku sering merasa tertipu. mengapa sampai dapat aku membelinya dengan uangku, sedang ketika aku membeli buku, kasir tidak menawariku membeli waktu untuk memahami buku-buku itu. ini hidupku yang ketiga kalinya, mith. makin ke sini, aku makin berkeringat. mungkin kau bangga mendengarnya. lalu tersenyum getir dengan dadamu yang mengembang " believe it, aku dekat denganmu, selama itu aku bangga akan tiap pilihanmu, my daughter." kau tersenyum, mith. tapi aku ragu, aku ragu untuk dapat menyadari kau selalu denganku.

jalan ini amat panjang, mith. aku lagi yang dikatakan dinding-dinding yang menampung banyak puisi, yang kusebut itu karya yang hidup. karena akulah dinding itu, yang menampung puisi-puisi paling dingin. tidak ada yang tahu, orang-orang hanya menyadari aku hanyalah si perempuan dengan keanehannya. kukira mudah saja, jika bintang berguguran, meteor yang tumpah, dan terjadinya big bang kembali dan yang kita yakini, ternyata hidup memang memiliki akhirnya.

Keluarga adalah tempat yang paling mudah untuk belajar melihat sesuatu yang lebih penting. aku ingin sekali menemui semua keluargaku, yang kusebut itu ibu, ayah, nenek, enin, kakek, engki, om, tante, bibi, uwa, paman, adik, tapi sebagian sudah pergi mith. pergi. tinggal aku, tinggal aku dan kau di sini. merundingkan kepenatan hidup yang amat padat. tapi diri kita menyerah pada kuasa Tuhan, kita tawakalkan perjuangan kita. aku ingin menemuimu, mith. menemuimu untuk sebuah hidup, sebuah tujuan, untuk menemui banyak keajaiban.  keluarga ialah keajaiban, yang dapat membuat aku merasa mungkin aku pernah dilahirkan di sini.

"mith, tidak semua harus selalu sanggup mendengar kegelisahan dan tidak semua kegelisahan harus selalu sanggup di dengarkan. mungkin aku bagian kecil atau besar dari kegelisahan atau kesanggupan." kataku pada mith, aku dekatkan tanganku di atas tangannya yang makin mengurus. tangan yang dulunya sering ia pakai dengan bangga menunjukan kenangan penanya.

"aku tahu. aku sudah banyak tahu. dan aku sudah banyak diketahui orang-orang yang terlanjur mengenalku, af. tapi banyak juga yang tidak mengetahuiku. tapi aku sanggup lalui ini, karena aku memiliki harapan untuk mencintai sebuah hidup ini." balas mith dengan sendu. kantung matanya yang memberat, tak memberatkan usapan kasih di pundakku.

"orang-orang mengatakan aku gila, mith. aku juga begitu, merasa gila untuk tidak gila. namun memang benar kita bisa menangis karena terlalu bahagia, kita juga bisa tertawa karena terlalu sedih." aku makin merasa ia dekat, berdiri, dan duduk lebih dekat di sampingku. seakan ia melebarkan dadanya untuk kepalaku yang berat.

"af, aku pernah mengingat kata penulis dalam bukunya. cermin tidak hanya membantumu untuk melihat diri sendiri, tetapi juga melihat apa yang ada di belakangnnya." mith menatapku, dan aku dapat melihat hatinya yang sedang semi.

kami saling berbicara. kami berniat akan sering kembali mencuri waktu untuk ini. untuk merasakan bagian cerita yang indah dibalik air mata dalam tiap sel paragraf. air mata yang cukup banyak untuk tidak dilihat siapapun, kecuali Tuhan.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments