Sebelumnya...
"Anti, jagalah diri Anti baik-baik. Ana harus jujur, Ana ingin menjadi bintang-bintang di atas sana. Agar dapat selalu memperhatikan Anti, menemani Anti, menghibur Anti. Anti mungkin bulan yang penuh dengan cahaya indah itu." lanjutnya.
"Mengapa, Antum berkata seperti tadi?"
"Karena Allah, Ana mencintai, Anti. Sejak lama, Ana harus siap berpisah dengan Anti jika memang adalah sebuah rencana lain-Nya atau bersama menunaikan perintah-Nya." Kini, aku mendengar sebuah ucapan yang berderak-derak di hatiku. Seujung gigil yang tak pernah terjamah, sekarang mulai purnah.
Aku tersenyum kecil, dan dari dua mataku seperti ada embun dari kabut di langit. Aku seperti baru dihantam pukulan Tyson, masih belum genap percaya. Karena pada akhirnya ada yang jujur mengatakan tentang kebahagiaan dari tatanan harapan. Laki-laki yang kukenal seperti saudara, kini ia mengungkapkan cerita cinta yang ingin kami tulis bersama.
***
Aku melihat ini di senja kala terakhir. Ketika kaki-kakiku merapat pada alas yang menyentuh rumput-rumput yang bermalu, menemani secercahnya mimpi-mimpi di halaman itu. Tetapi, tidak lagi hari-hari ini. Dari mulut-mulut yang membawa obat, zat kimia, dan kacamata yang gelap itu. Aku ingin pergi. Menemui di mana aku berada. Di mana aku merasakan haus akan cinta-Nya, dahaga dengan cara misteri-Nya. Apa itu cinta? yang dimiliki oleh manusia? itukah sebab aku terlahir? Ibu dan Ayah? apakah benar cinta itukah yang sementara di antara hal-hal yang tercipta dengan istimewa. Kata Nurse, cintalah yang satunya abadi di antara yang terciptakan dengan durasi waktu. Tapi, apa itu cinta? yang dikirim Tuhan? Aku berada di hati Tuhan, dan hanya mengenal cinta dari dan untuk-Nya. Apa aku memiliki? hal sama yang di inginkan para perempuan lainnya?