Dari Ruang Hati #2

By Afrilia Utami - September 23, 2011


Sebelumnya ...

Dari beberapa ayunan, yang menunggu ada seseorang yang menaikinya. Ali, menawarkanku untuk menjadi seseorang itu. Suster yang berjaga-jaga membantuku kembali, untuk mengangkat tubuhku mengalihkan ke atas ayunan berwarna biru tua itu. Dari belakang, Ali mendorong dengan pelan. Kami berbincang tentang masa-masa dulu. Saat tinggiku baru 6 kaki, Ali adalah sahabat sekaligus Kakak yang selalu melindungi dan menghadirkan riang itu hadir.

Dari detik ke menit lalu menjadikan jam-jam yang telah terlewati. Ali menanyakan tentang rencanaku setelah ini. Begitupun denganya..


Selanjutanya..


“Anti..” wajahnya mulai serius, dengan nada yang masih perlahan. Dan kulihat, dua matanya semakin ingin berbicara di dua mataku.

"Ya?"

"Anti masih mengingat tentang dua ulat yang menjadi kepompong pada waktu yang sama?"

"Na'am.. Aku masih mengingatnya. Dua ulat itu. Yang kemudian menjadi kupu-kupu cantik.. Terbang mengelilingi kita yang sedang memperhatikan salah satu kupu-kupu, karena satunya lagi belum keluar dari kepompongnya."

"Dan, Anti perhatikan bukan? kupu-kupu itu tak berani terbang jauh. Ia menunggu sahabatnya atau mungkin mereka adalah sepasang kekasih. Allah menciptakan mahklukNya secara berpasangan. Lalu, selama kurang dari dua hari, tiba-tiba kita tak tahu mereka terbang ke mana. Mungkin menjelajah dunia bersama."

aku tersenyum. "Kupu-kupu. Ya, Antum tahu? Sudah lama aku tak melihat kupu-kupu.. Kupu-kupu itu masih setia menari di dalam dada. Mengalir lembut dalam aliran darah."

"Ana ingin menjadi kupu-kupu yang setia pada satu yang telah mengajarkannya tentang kehidupan, dan bahagia. Mengenalkan lebih dekat pada perjuangan, dan pengorbanan untuk hal yang lebih baik bagi bersama. Dengan karena-Nya" Ali tersenyum kecil, menyalakan lampu-lampu dihalaman jiwaku.

"Aku berdo'a untuk Antum. Kelak dapat mendapatkan apa yang Antum sudah lama nanti. Untuk pemenuhan kebutuhan." menarik nafas. "Mengenal Antum, adalah mengenal semesta."

"Benarkah itu Anti?!a"

"Na'am. Bagiku seorang Ayah adalah semesta, semulia ibu adalah kehidupan dan dari keduanya hal yang baru terlahir dengan yang dipadukan dengan cinta yang kekal. Antum, laki-laki yang telah menjaga dan menghadirkan senyuman terlahir. Seperti Ayah."

"Subhannallah.. Segala puji bagi Allah, karena telah mempertemukan Ana dengan wanita sebaik, Anti. Syukron, Anti. Anti adalah mulia kehidupan itu. Mencintai cinta, seperti ibu yang mengenalkan nafas-nafas cinta. Anti harus percaya, banyak cinta di sekeliling Anti yang saling mengucap do'a untuk Anti, agar bahagia selalu."

Aku meredupkan mataku. Merenungkan tentang tutur waktu yang berbicara. Dari ketampanan jiwanya, aku melihat kesederharnaannya memperlakukan segala yang ada pada dirinya. Tidak ada yang kurang dari dirinya, dan kekurangan itu jelas terlihat padaku. Aku sedang menanti Tuhan mengajakku untuk berbincang. Sebentar saja. 

"Anti, mengapa terlihat sedih ada yang salah dengan ucapan Ana?" Lontarnya.

"Laa, Antum. Aku hanya sedang menghitung seberapa banyak waktu yang berharga di luar sana, telah aku lewati."

"Waktu berharga. Anti, adalah yang berharga itu." diam sejenak. "Selama Anti berdo'a dan terus berdzikir, taat melakukan segala perintahNya, di sanalah waktu berharga itu di kumandangkan, Anti. Dan, Ana merasa Anti insan-Nya yang berharga."

aku terdiam.

"Anti, jagalah diri Anti baik-baik. Ana harus jujur, Ana ingin menjadi bintang-bintang di atas sana. Agar dapat selalu memperhatikan Anti, menemani Anti, menghibur Anti. Anti mungkin bulan yang penuh dengan cahaya indah itu." lanjutnya.

"Mengapa, Antum berkata seperti tadi?"

"Karena Allah, Ana mencintai, Anti. Sejak lama,  Ana harus siap berpisah dengan Anti jika memang adalah sebuah rencana lain-Nya atau bersama menunaikan perintah-Nya." Kini, aku mendengar sebuah ucapan yang berderak-derak di hatiku. Seujung gigil yang tak pernah terjamah, sekarang mulai purnah.

Aku tersenyum kecil, dan dari dua mataku seperti ada embun dari kabut di langit. Aku seperti baru dihantam pukulan Tyson, masih belum genap percaya. Karena pada akhirnya ada yang jujur mengatakan tentang kebahagiaan dari tatanan harapan. Laki-laki yang kukenal seperti saudara, kini ia mengungkapkan cerita cinta yang ingin kami tulis bersama.

"Bissmilahirahmanirrahim..

  • Share:

You Might Also Like

0 comments