perempuan yang berlari-lari

By Afrilia Utami - October 28, 2012


suatu hari ada seorang anak perempuan yang suka sekali berlari-lari. "aku ingin berlari, sampai habis hariku" kata si anak. tiba-tiba anak itu jatuh, ia terjatuh karena tertabrak angkutan umum 01, mobil carry berwarna kuning dan putih di atasnya. kecelakaan itu menyebabkan si anak harus menghapus mimpi-mimpinya. diurutan mimpi ke-4 "menjadi atlet nasional bulu tangkis" diurutan ke-6 "Berlari mengelilingi banyak gunung tertinggi di dunia", diurutan ke-23 "berlari sampai menemui ayah dan ibu yang ada di syurga.". anak perempuan itu meremas matanya, air matanya jatuh begitu deras untuk sebuah kehampaan yang ia rasakan diusia delapan tahun. 

"ijinkan aku bertemu, ya Allah. berlari-lari bersamamu.." permohonannya di hari selasa. 


suatu hari ada seorang anak perempuan yang suka sekali berlari-lari. "aku ingin berlari, sampai habis hariku" kata si anak. tiba-tiba anak itu jatuh, ia terjatuh karena tertabrak angkutan umum 01, mobil carry berwarna kuning dan putih di atasnya. kecelakaan itu menyebabkan si anak harus menghapus mimpi-mimpinya. diurutan mimpi ke-4 "menjadi atlet nasional bulu tangkis" diurutan ke-6 "Berlari mengelilingi banyak gunung tertinggi di dunia", diurutan ke-23 "berlari sampai menemui ayah dan ibu yang ada di syurga.". anak perempuan itu meremas matanya, air matanya jatuh begitu deras untuk sebuah kehampaan yang ia rasakan diusia delapan tahun. 

"ijinkan aku bertemu, ya Allah. berlari-lari bersamamu.." permohonannya di hari selasa. 

*****

mungkin ia akan sendiri terus dan berusaha kuat untuk kembali berlari. matanya yang kecil, pipinya yang tulip, dan bibirnya yang tipis. perempuan itu sangat cantik. tapi ia murung terus, sampai senyuman jarang terbentuk dari wajahnya. beberapa bulan kemudian, ia masuk lagi sekolah. kakinya belum senormal dulu, satu tongkat menemani kaki kirinya dan teman-teman di dekatnya selalu mengejeknya "si kaki besi!". perempuan ini jadi makin murung semasa ia berjalan-jalan. menyusuri tiap sudut sekolah sendirian. 

guru-guru selalu membujuknya dan menemani perempuan itu dikala sendiri. tapi tidak ada sepatah kata pun dari perempuan itu menimbal pertanyaan gurunya. bulan ke bulan, ia menjadi perempuan yang kuat dan tegas serta memiliki rasa simpati besar. menginjak kelas enam ia menemukan seorang guru baru di tiap sore sepulang jam sekolah. guru sains itu belum menikah apalagi menadapat seorang anak. si perempuan berusaha dekat dengan guru itu, karena guru itu baik dan terkenal galak dikelas. guru ini akhirnya dekat dengan si anak. si anak yang hanya tinggal bersama uwa dari ayah. uwanya juga punya keluarga dan tiga anak laki-laki. tapi mereka hampir kehilangan waktu untuk sebuah keputusan bersama.

"kamu tidak sendiri, ada bapak dan guru-guru yang menyayangi kamu. dunia hanya perlu senyumanmu. dan boom! semua berubah." kata guru sains menghibur perempuan itu setelah jam sore usai pulang sekolah.

"tapi pak, semua itu sudah berlalu." balas anak.

"apa yang berlalu, anakku?" tanya guru.

"hidupku. semua hanya terpaksa."

"kamu hanya belum bisa berlari, itu saja. selebihnya, kamu yang akan merubahnya." nasihat guru pada anak perempuan itu.

hari demi hari, tiap sore guru itu sembunyi-sembunyi mengajak perempuan itu berlatih dilapangan basket. sokolah sepi, dan hanya ada anak perempuan dan gurunya, juga pak satpan yang sedang ngopi dan bang abu penjaga kantin sekolah. satu-dua-delapan puluh kali ia melangkah. seperti ia menjalani hidupnya sampai detik ini, tak pernah menyerah.

"aku sayang bapak." kata anak itu, ketika anak perempuan itu terjatuh dan bapak itu menolongnya untuk kembali berdiri.

"aku ingin bertemu ayah." lanjut si anak.

"jadi, anggaplah bapak seperti ayahmu. bagaimana pun bapak ini pun orangtuamu di sekolah." guru itu tersenyum dan karena terlalu menunduk kacamatanya terjatuh.

"lihatlah, nak. tanpa kacamata kemampuan melihat bapak terbatas. namun batasan bukan berarti selamanya kita diam dan tidak bergerak ke mana-mana."
guru itu merangkul si anak. karena kakinya memar. "kamu sudah berusaha keras hari ini." kata si guru.

****

si anak perempuan lama memikirkan apa yang guru itu katakan padanya. di kamar yang luas, mungkin ia merasa paling sendiri. "tapi ada Allah, menjagaku" tambahnya. anak perempuan yang manis itu kembali beralih dari atas kasur ke meja belajarnya. "aku ingin menulis mimpiku lagi." bisiknya.

"Eh, nanti kalo pulang jangan lupa makan. kamu tuh sakitan orangnya." Sepupu laki-laki tiba-tiba masuk.

si anak hanya diam, tidak merubah posisinya. sepupunya pergi tanpa bertanya apa yang terjadi. sepupu itu tahu, si anak perempuan memang memiki sikap seperti itu. dingin dan dingin.

"tuktuk..tuktuk.." dering hp.

si anak membiarkannya, ia tidak suka berbicara dengan manusia aneh ditelpon.
di layar "Pak Guru"

si anak membiarkannya.
kemudian ia mengirimkan sms, "jangan telpon pak.."

semenit-dua menit sms terbalas, "anakku, sudah makan? sudah sholat? sudah ngaji?"

tangan si anak perempuan manis ini bergetar, hatinya mengembang bersama dadanya. dia menangis. selama ini belum ada yang memberinya perhatian, terlebih ia membaca, seperti ada seorang ayah yang nyata menjaganya.

dengan perlahan dan gemetar, jari anak itu bermain di hp "kita makan di mana, Yah? aku sudah ngaji dan sholat. tapi aku malah sedih, aku bahagia, ayah!"

dengan cepat sms itu terkirim, dan si guru membalasnya seketika "kita makan dengan bahagia ya. :) yang cukup, biar anakku sehat selalu!".

tiga-empat bulan, akhirnya si anak perempuan meninggalkan tongkat besinya.

****

si anak perempuan masih kesepian sepanjang hidupnya. di sore itu, ia melihat gurunya sedang muram sendiri. kemudian anak itu menghampiri guru itu, "Ayah, jika salah satu dari kita tidak ada yang bahagia, siapa yang akan menghibur?" kata si anak mengagetkan gurunya.

guru itu tersenyum padanya,

"masalah orang dewasa itu lebih besar, nak." kata si guru.

"sebesar apa, ayah?" balas anak.

"sebesar matahari, jika terlalu terik ia jadi panas sekali, apalagi jika tidak ada yang melindungi kita dari sengatannya."

"aku ngga ngerti, yah?"

"iya, karena kamu masih jadi anak ayah!" semangat guru itu.

guru itu menggendongnya, "sekarang kamu makin besar ya! sebentar lagi kamu akan meninggalkan ayah di sini.". mata guru itu berkaca-kaca, si anak hanya menikmati gendongan guru. sudah lama ia tidak pernah dipeluk seperti itu, maka kesempatan inilah ia menikmatinya dengan penuh.

"ayah boleh main kok ke rumahku!" timpa si anak.

guru itu hanya tersenyum lagi padanya.

"Ayah, aku suka merasa sendirian. dan hidup ini sepi sekali!"

"Ayah ada bersamamu, kok. kamu tidak akan sepi lagi." jawab guru.

sore mulai gelap, karena awan mendung datang dengan kawan-kawannya. gerimis jadi hujan deras, "aku tak ingin pulang, yah." bisik anak. "karena hujan? kata guru. "bukan." balas anak. "lalu?" kata guru. "aku bosan tuk pulang, tanpa ayah."

hujan yang basah
aku dan ayah tidak gelisah
menerjemahkan desau
keheningan yang paling mukim
di dada-dada penerjemah.

di sana kami terlahir berbeda masa
dibentuk dari segumpal cairan kental.
seperti gaung bulan, dari bigband
bumi, venus, merkurius, saturnus
dan di bumi banyak sekali
kelahiran prematur, seperti aku.
seperti juga ayah yang suka berlaut
ditumpukan helai kehilangan.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments