catatan si buta

By Afrilia Utami - October 28, 2012


namaku raya, aku seorang anak perempuan berusia 14 tahun. dan sejak lama, aku belum pernah mengenal bentuk wajahku sendiri seperti apa. bentuk wajah ibu dan ayah yang meninggalkanku di tempat nenek. nenek menyayangiku, dan begitu sebaliknya. nenek pandai bernyanyi, ketika aku bertanya "nek, apakah bunyi memiliki rupa?" nenek hanya menggenggam tanganku, bersama tangannya, ia menunjukan "peganglah, ini detak jantungmu. bunyi kehidupan." jawab nenek singkat.

nenek suka bersabar menceritakanku cerita-cerita yang indah saja, tentang rusa yang akhirnya dapat bertemu anaknya, tentang gajah yang saling berkelompok menjaga satu dan lain, tentang semut dan lebah, tentang harimau dan buaya yang baik hati. aku tidak pernah bertanya apakah yang diceritakan nenek itu bohong, tapi nenek suka menceritakanku mengenai hal-hal yang indah. yang dapat membuat aku merasa, melihat kehidupan yang amat sempurna. kata nenek, Tuhan dekat sekali. Tuhan tak mau sombong, terang-terangan menyapa mahkluk yang amat ia sayangi.

kata sepupuku sesil, wajahku sangat manis, apalagi jika aku tersenyum. senyuman seperti apa? tanyaku pada sesil. sesil hanya menjawab, senyuman itu keindahan yang lahir dari seni lekuk bibir manusia. aku memang buta, dan dunia memang gelap, meski sesekali cahaya seperti menyentuh mataku yang kedap. tapi aku melihat bagian dunia, yang mungkin hanya dapat dimengerti oleh orang sepertiku.

seharusnya aku bersyukur, tak diberi penglihatan, berarti dosaku tak separah orang yang menyalahgunakan penglihatannya. nenek suka membacakan surat dari ibu yang kukira mungkin itu bukan ibu. mungkin benar ibu dan ayah sudah lama pergi duluan menuju rumah Tuhan. diakhir surat, nenek suka lebih khidmat membisikan "matamu adalah hatimu." aku bayangkan rupa nenek sangat cantik sekali, baunya yang harum, dan suaranya yang lembut. nenek suka memelukku sampai detik ini, ketika aku merengek "aku tak mau sendiri di sini!" itu menyakitkan.

kata nenek buatlah cerita, karena ceritaku selalu indah kata nenek. aku suka air, entah kenapa aku sangat menyukainya. aku suka air menjadi teman mainku. kadang nenek bisa marah, karena tiba-tiba aku sudah tenggelam di kolam tetangga. tapi air tak pernah membiarkanku terluka, dan mati, apalagi air tak pernah merengek bahwa aku orang buta. aku suka menyentuh air, dan berada di dalamnya.

"nek, aku sayang nenek. nenek jangan tinggalkan aku sendiri. hidupku gelap, nek. aku ingin mengetahui indahnya bumi ini, nek. rumah ini, kamarku, dan aku ingin sekali melihat samudera, atau berada di tengah laut, nek." pintaku pada nenek.

suatu hari, aku di ajak nenek pergi. jauh sekali. kata nenek, manusia akan tua, yang hidup akan mati. aku sedih nenek berkata itu. tiba-tiba angin begitu lepas, kata nenek. aku sedang di atas kapal pesiar, bersama nenek. nenek menjelaskan, dikejauhan airnya berwarna biru. meski aku tak tahu warna biru itu seperti apa. kata nenek, jika sampai jatuh, aku benar-benar bisa celaka dimakan hiu. laut lepas memang membebaskan gelombang yang besar. jadilah laut, nasehat nenek. ia asin oleh asin dirinya, ia melepaskan dan ia merasa bebas, dan banyak kehidupan tepi pantai bergantung pada hasil laut. aku bayangkan nenek tersenyum mengatakan itu, kemudian nenek melepaskan katanya kembali, "janganlah bersedih, apapun yang terjadi. nenek hanya bahagia melihat cucu kesayangan nenek gembira"

sepekan setelah nenek mengajakku ke laut. sesil hanya berkata, nenek sudah menemui ibu dan ayah. tapi nenek meninggalkan banyak kaset rekaman suaranya, selama itu aku tidak pernah merasa nenek benar-benar meninggalkanku.

nek, aku buta.
tapi nenek membesarkanku
dan mengajarkanku untuk mengetahui
seluruh dunia
dan Tuhan yang selalu menyediakan waktu
untuk menemukan, untuk meninggalkan.. 


  • Share:

You Might Also Like

0 comments