nol

By Afrilia Utami - October 28, 2012

Jalan masih lenggang, saya merasa menjadi manusia pertama. Tapi yang pertama berarti yang paling tak tahu apa-apa. Kemudian suara itu kian dekat saja, saya tidak mengenal jenis suara apa itu. Sudah saya katakan yang belum tahu cara mengenal.

Saya lihat banyak jalan, belum memiliki rambu-rambu dilarang berhenti. Tapi kaki saya sudah sakit, terus dipaksa melaju diaspal yang warnanya merah. Semerah tanah liat ketika saya berasal dari sana. Disurat tertuliskan saya berasal dari liang kuburan. Ajaibnya saya selamat, karena bantuan Tuhan. Berarti saya kedua dari pertama. Ibu saya Tuhan ya? Saya tidak tahu itu,dan tidak mau tahu. Makanya saya menggantikan belum di sana dengan tidak. 

Kasihan kaki dan mata saya. Yang semenjak ada, langsung bisa berdiri dan melihat bahkan membaca ketika saya langsung berdiri. Itu aneh ya? Tapi Tuhan yang Maha Aneh itu, makanya Ia kerap menciptakan yang aneh-aneh.

Di sana saya lihat ada gundukan batu-batu besar. Ada baiknya saya berhenti, dan bagian perut saya terus bergerak meriuk-meriuk. Tanda apa itu? Saya merasa lunglai setelah bertahan dua jam waktu bagian wilayah Tuhan, ibu saya. 

Tiba-tiba saya melihat langit bergemuruh. Dan awan kian dekat, lalu menembus tubuh saya. Munculah warna yang lebih terang dari warna yang pernah saya lihat di bumi ini. Ia berkata pada saya "iqralah! Ikhtiarlah! Beribadahlah! Cukupi makan dan minummu! Dan carilah warteg terdekat!" kemudian ia tiba-tiba hilang tanpa jejak seperti saya. 

Saya terus bingung memikirkan kata terahirnya 'carilah warteg terdekat!" apa itu warteg dan berada di mana mereka semua?! 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments