apa menuliskan ada

By Afrilia Utami - October 28, 2012


malam akan lebih berat, jauh sebelum aku terka kembali statistika, datum-datum, antara integral dan defisi, dan lain hal mengenai kuantitatif. dan kuposisikan lagi jariku, di sini. melupakan kecacattanku di kanal itu. dan dengan lembut, aku menjauh memilih menempatkan tubuh disatu kursi. menutup kamar, kemudian berjalan menuju sisi duniaku.

begitu yang kerap aku lagukan, denganmu. karena aku suka menguntai rambutmu, yang kubayangkan dapat dikepang dua. melihatmu tersenyum dalam sipuan karena wajah kita hendak bertemu. lama kita tak tertidur, begitu bentuk matamu, dan mataku. agak sedikit pucat, karena kurang larut malam untuk kembali mengelabui tugas-tugas retorika.

dulu, aku keras melarangmu untuk terus menuliskan kebohongan. memiliki bulan dekat di samping, memonopolikan banyak cahaya bintang hanya untuk bertahan dalam sebotol kecil bekas susu sapi. kerap kita katakan, inilah hidup yang tak sepaham, antara aku dan kamu. kau suka menulis, aku suka menulis. yang membuat berbeda adalah pertanyaan, 'ada apa?'. dan raut kita mencemaskan sesuatu, begitu dahsyat ia memetakkan kecurigaan. tubuhku lalu bergetar, menyerukan lagi sama denganmu, 'ada apa?' tapi sejujurnya, kita tak mendapatkan apa yang kita apakan jauh sebelumnya.

seringkali, aku merasa senang melihatmu berdiri menemuiku. sambil berseru memanggil sebuah nama dari keheningan yang jauh dan tertancap di lubuk. kau tersenyum, aku juga. tapi kita seakan enggan lama bersamaan untuk sebuah perjumpaan yang melibatkan antar ruang dan waktu. kita tak pernah bersentuhan dalam pengalaman. lalu kita menuliskan..

akan kebohongan apa kembali yang kita gunakan? hujatan angin, keras menamparkan segala letih yang bertumpu dan mengumpul di bathin, apa yang kita bagi? selain, menuliskan hal-hal yang berkaitan. yang akan membuat diri makin memikul lara. bukan itu, kekasihku yang baik. tunjukkanlah jalan lain, dan laranglah aku untuk terus menuliskan ini. sebenarnya aku benci puisi, sekali lagi. tapi puisi selalu menghemat kataku, menghemat apa yang ingin kuhirup dari dan untuknya. tolong, lepaskanlah tali yang erat mengikat tubuhku ini..

semua kering apa adanya. dan daun yang jatuh karena ia gugur memilih melepaskan diri dari tangkai. seolah aku jadi daun itu yang memilih pergi untuk suatu yang lebih baik, atau tangkai yang rela melepaskan kepergiannya dengan suatu yang bertolak. bahwa tangkai sejati akan terus menanamkan daun hijau dan segar.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments