bulan, mengapa cahaya

By Afrilia Utami - October 28, 2012


bulan, mengapa kamu tidak turun saja ke sini. barangkali, saya lebih bersedia serta antusias menemanimu. kamu tahu, saya tidak dapat terbang ke atas sana. tapi saya juga mengerti kamu hanya bisa diam di atas sana, kemudian bertasbih kembali. bulan, saya ingin berkata manusia itu hewan yang sedikit merasakan sedih ya? benarkah itu bulan? sedihkah kamu di sana? karena tidak jadi manusia. iya, saya membaca manusia itu dalam catatan gieb. 

saya heran, bulan. mengapa saya sering tidak sehat, bahkan dalam pengendalian emosi saya, kerap naik-turun. tapi saya sembunyikan saja sendiri. itu bukan prestasi, kata saya. tetapi, saya jadi lebih sering teriak. kata saya, saya ingin belajar mengolah suara agar tidak terlalu pelan. tapi itu berbeda dengan alasan sebenarnya. bulan, mengapa kamu tidak di sini, menjaga saya ketika malam. saya selalu merasakan puyeng, dalam posisi apapun. oh, iya saya juga ingat. tekanan darah saya selalu rendah. tapi semangat saya selalu memuncak, ingin menemui kehidupan baru di luar sana. pelajaran baru. prestasi baru.

siang tadi, saya ditegur oleh seorang wanita, ibu guru. afril, panggilnya. iya, saya di sini bu, jawab saya. sedang apa di sini, tanyanya. sedang menjadi seorang, bu, lagi jawab saya. afril kenapa? lagi tanyanya. saya sedang mencari jawaban dari pertanyaan ibu, mungkin ibu lebih tahu ya tentang saya, kata saya. ibu lebih tahu, afril itu murid ibu yang kuat, katanya dengan mesra, dengan mesra -saya ulangi. bulan, dia itu siapa? malaikatkah yang tiba-tiba menjelma jadi gurukah ia? saya sungkan dengan keadaan yang tidak dapat membuat saya nyaman, makanya kadang saya menghindar dari teman-teman saya, dari kegaduhan belaka. lalu saya katakan sendiri pada diri saya, saya sedang sehat dan saya baik-baik saja.

bulan, saya juga merasa senang. melihat kakak kelas itu, mereka yang berprestasi. saya selalu merasa tertantang. akan tetapi ketika saya sedang berperang dengan tantangan, saya cenderung lebih gelisah. saya selalu menargetkan yang terbaik atau yang lebih baik. tapi, kadang saya mengendap-ngendap dalam usaha. bulan, kamu masih dengar saya kan? saya senang menulis ini. menuliskan kehidupan saya yang tinggal separuh jalan. kamu juga sama dengan saya, suka memilih sendiri. tapi tetap menyala-nyala di mata lainnya. mungkin begitu ya, bulan. saya sendiri ingin tampak bercahaya, bahkan sebelum keadaan saya dipermukaan para pasang mata itu.

saya kira, ini tidak pernah cukup ya bulan. kamu ke sini saja, membaca lanjutan ini ya. saya cukup melihat kamu baik-baik dan bahagia di atas sana, di atas malaikat-malaikat yang memantulkan cahaya.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments