Langit belum kering, hujan yang jatuh hari ini.
Aku melangkah menyimpan sisa wajahnya, berjalan di sekitar
Dalam kesekian hening, gulita tanpa rasi bintang
Di dadanya, aku mendengar nafas
Dia ingin aku menjadi jantung, yang berdetak
Di tubuhnya..
Dari ranjang, dia menyembunyikan penutup mataku
Mengemudikan sepi di riak jalanan sungai malam.
Bukankah sang Permaisuri telah menjadikan indah mimpi?
Namun, ia kembali menatap segumam filsafat
Membuat tumpahan tanya disaku bajunya
Lantai-lantai basah, jendela menuturkan
Sisa cahaya.. Di satu hati,
Aku melangkah menyimpan sisa wajahnya, berjalan di sekitar
Dalam kesekian hening, gulita tanpa rasi bintang
Di dadanya, aku mendengar nafas
Dia ingin aku menjadi jantung, yang berdetak
Di tubuhnya..
Dari ranjang, dia menyembunyikan penutup mataku
Mengemudikan sepi di riak jalanan sungai malam.
Bukankah sang Permaisuri telah menjadikan indah mimpi?
Namun, ia kembali menatap segumam filsafat
Membuat tumpahan tanya disaku bajunya
Lantai-lantai basah, jendela menuturkan
Sisa cahaya.. Di satu hati,
Dia menitipkan satu anak puisi,
Yang sering berternak saat insomnia kambuh.
Ia menisankan namanya dipikiranku.
Sejenjang jalan, hitam dan putih.
22 Juli 2011
0 comments