Aku
sudah berkeliling dari menara ke menara
di
mana pun langkah itu berjejak dari gerobak
cemarut
yang dipulangkan kesedihan
atau
ibuku yang baru menangis?
Aku
pulang dengan langkah separuh hilang
mengemasi
airmata, diperbatasan perkotaan.
Menganyam
guntur di mata ibu
membakar
terik yang tiada sanggup
aku
lahirkan di depan dadanya
ibuku
hanya terbaring, dengan sembab
di
matanya.
Pernah
kita berpisah dari lajur
yang
ditemukan kaki-kaki pengembara
pemangkul
batu. Ibu tak lagi tersenyum
semenjak
aku membiasakan jadi batu
untuk
airmata yang meremas kesedihanku
ibu
selalu tahu, aku mencarinya dalam diam
sambil
memotong bagian tubuhku yang rusak.
Biarlah,
aku tahu bahwa ibuku bahagia
menarikan
sedikit usia yang tumbuh
di dekatnya.
Menyusun keemasan dan
kerapuhan
yang sempat diguyuri hujan
bertubi-tubi,
dari puncak api. Aku pergi
ingin menawari ibu, senyuman.
gerak
dalam jiwaku, cinta menjadikan
alasan
keberadaanku, dengan waktu.
Karena
ibu. Beginilah aku.
2011
0 comments