seperti malam sebelumnya, bukan?
menikmati keramaian perorang, jauh dari lebihnya tawa juga hujan airmata tumbuh dicermin sebuah senyuman yang mungkin hanya salju palsu, lebih dingin kurang dari sekedar bara merah, dan tak sesengat belerang dalam letusan sebuah kawah.
masih tanpa bintang-bintang dijendela sebelah sudut kanan kamar. Tempat biasanya kaumengenalkan ku pada angka-angka untuk sekedar membilang, sebuah perhitungan yang entahlah sampai kapan akan terselesaikan. Pada bulan yang menggantung ditihang cemara itu, aku menitip sebuah cahaya dari beberapa kunang-kunang yang pernah mendatangi diamku. Aku ini terlalu dingin dari sebuah suhu di kutub utara, hingga berapa tebalnya sahara untuk hangatkan bekuan itu malah sempurna membuat monument Monalisa tanpa tawa, kemarau airmata.
pada malam diladang seramai padamdan lampu-lampu juga suara jangkrik. yangsudah lama hilang dari laci langkah-langkahpetani. lumpur air ini. hanya abu dan debu.menunggu kabar berduka tawa. menanti sebuahmalam tanpa asa. memutuskan usia
12 November 2010
0 comments