Qais dan Layla (Part 4)

By Afrilia Utami - December 25, 2010


(Lentera Layla)

Qais, aku tahu. Kau tidak sejauh dengan yang tak terkira. Tetapi di mana hadirmu? Selama bertahun-tahun aku menelantarkan senyumanku. Senyuman yang sudah menjadi debu-debu yang bertebaran tersangkut pada awan. Sungguh rerindu ini semakin memaksa, untuk aku pergi. Namun kepergian hanyalah akan membunuh diriku sendiri. Aku akan menjadi buronan, tanpa bukti. Tetapi cinta kita sudah lebih dari sekedar bukti. Hingga haruskah aku lebih lama di tahanan yang hanya tumbuhkan rasa sakit dan penyiksaan batinku? Atau bisa saja aku mengambil pedang-pedang para pengawal lalu kutusukan tepat di uluh hati. Mungkin, aku akan pergi dari sini tanpa tanda, tanpa jejak. Tetapi siapa yang membalut leluka rindu ini yang darahnya telah mengucur hingga kemanapun tercium amisnya, tercium anggur-anggur siap reguknya. Dan berakhir pada hukuman mati.


Waktu-waktu adalah kebekuan dan pembakaran di jiwaku, kini! Jiwaku tandus, terlalu kurus merasakan haus. Haus ini tidak hanya meminum sedetik saja ruang kebebasan, tetapi haus ini adalah lolongan. Lolongan-lolongan angjing-anjing kecil di musim dingin yang mencari beberapa danau susu, mencari seorang ibu yang pernah mengenalkan arti cinta di jejalan yang menyebalkan ini. Dan ia ingin tahu, bagaimana hangat pelukan bersama orang yang sangat dicintai, dalam musim dingin ini. Qais, aku tak berani menyebut namamu, meneriakkan lengkap namamu, membakar-bakar bayanganmu hingga orang-orang di sini tahu. Dan akan membunuhmu. Sebab aku wanita yang dinikahi paksa seorang penguasa yang tak tahu cara bagaimana menjadi kaya dan seorang pemimpin dalam jiwanya. Ragaku telah cacat Qais! Bathinku kian melapuk karena rayap-rayap yang ia bibit tiapnya! Tetapi ada yang menderita yang aku sendiri rasakan. Aku menderita jauh dari kepakan cinta, aku menderita ditinggal separuh nafas, aku menderita karena tak bisa lagi kupandangi senyumanmu, aku menderita karena aku tahu kaulebih menderita.

Jangan terlalu memandang bangkaiku, Qais
Ambil saja jejasadku yang belum sempat
Di sucikan cinta.

24 Desember 2010
Afrilia Utami

  • Share:

You Might Also Like

0 comments