Seduri rindu di terbangkanTersangkut pada sebuah pohon.Menjalar akar, batang-batang kekar.Daun menuai rindang pada jari rerantingTerus tumbuh, hadirkan baru dan haru,
Aku masih menuju-MuHingga belum tahu, dimana aku.Aku berada, dimana?Sehelai goa-goa merapatkan mataDi hutan?Aku buta, tak berjalan, tak bersuara!Tapi ada rindu. Ada cinta. Ada cita.Di puncak?Masih menaburi kata, untuk aku bercerita.Tapi bagaimana?Aku buta, aku tak berjalan, tak bernafas..Tapi aku memiliki hati, dan jalan-jalanMemanggilku, ada suara-suara pelan. AdaDi sana cerita awal kumengenal cinta-Mu.
Sebuah lampion kecil padamDi genggam kanan tangan. ApiTak menyala, air menolak hadir.Aku haus dengan api yang selimutiMayat. Jasadku tertanam, tenggelamDi sungai tanpa muara. Tanpa dasar.Tanpa ada.
Dan, aku berhitung malam iniAda berapa rembulan yang menerangi kuburan?
“Tuhan, tidakkah mudah semua kehendak rencana-Mu? Dalam goa-goa itu aku membilang do’a-do’a yang tak sampai tuntas kumenghitungnya. Ada banyak teriakan, kudengar. Tentang dentuman kelaparan akan kasih-Mu dari para mahkluk yang Engkau ciptakan, beragam rupa, beragam sifat. Ada suara pelan, terus memanggil-manggil di dasar hati. Sunyi sekali. Tak bisa aku hentikan. Dirikukah itu, Tuhan? Apa yang selama ini kujalani. Menuju-Mu satu, atau menuju diri yang belum kukenali? Aku menyimpan cinta, tetapi Ayahku lupa mengajarkanku cara membenci. Menaruh senyuman, namun dunia ini memaksa untuk tertawa. Ada luka-luka yang telah Engkau anugrahkan. Juga bahagia yang Engkau limpahkan. Haruskah manusia bebas mempunyai keinginan? Sedang, Engkaulah yang memberi impian dan cara yang masih rahasia. Dan akan seperti apa cara-Mu mengakhiri usiaku di bumi ini?”
aku ingin lekas bertemu, mengobati kerinduan ini. yang Engkau pupuk di mula Rahim usiaku berjalan, di jalanMu...
12 Desember 2010
0 comments