Eyang, ini aku. Cucumu...

By Afrilia Utami - December 01, 2010


Eyang, Kaka di sini. Bersamamu dekat. Ini aku Eyang, cucumu yang dulunya selalu manja berada dalam pangkuanmu, merengek meminta kau membacakan sebuah cerita tentang manusia, tentang  apa yang dinamakan sebuah kehidupan, tentang mengapa ada cinta juga perang, tentang mengapa ada kepercayaan, dan Iman. Bukan dari dongeng-dongeng yang dijadi-jadikan ada untuk suatu yang tak pernah mungkin tercipta. Jika pun ada, biarlah dongeng itu kurubah menjadi kaki pada ekor keajaiban. Tuhan.

Eyang sayang, cucumu masih ingat betul. Ketika awal mengenal apa itu sebuah rahim tawa  yang sebelumnya seringkali hadirkan tangis yang gerimis akan permintaan. Cucumu masih ingat jelas Eyang, kau yang pertama mengenalkanku pada alif yang berdiri tegak dan gagah itu, pada sebuah perahu bernahkoda dua, kemudian tiga, mencari ikan-ikan di laut tanpa garam, hanya manis ikan-ikan berkejaran.


Maafkan cucumu ini, Eyangku sayang. Cucumu masih haus meneguk ilmu-ilmu. Hingga sedikit waktu untuk ada bersamamu. Sebenarnya, mengapa kuterlalu sibuk mengejar ilmu, Eyang? jika banyak ilmu juga yang membuat orang menjadi tak berilmu. Namun semua orang berlomba, berjuang untuk mendapatkan posisi. Eyang, Kaka sangat menyayangimu, begitu dalam mencintaimu, terlalu tinggi rasa rindu ini membuncah kembali, menautkan akan penanggalan, pemenggalan pada hari-hari.

Sekarang, Kaka ada di sini Eyang. Sedang bahagia menyaksikan bagaimana senyum itu masih sama seperti dulu. Meski ada beberapa perubahan, rambutmu sudah tak sehitam kopi Sumatra, kulitmu sudah tak sekencang dulu, tetapi masih sekencang hangatnya danau Toba dalam halusnya sebuah ketulusan jiwa, Dewa Nirwana.Cucumu ini masih ingin hidup bersamamu, Eyang. Mungkin tanpa nafasmu, taklah ada senyum lama menghidupkan hidupku, tanpa akan ada waktu.

Eyang,
Maaf ananda..
Terlalu berdarah
Menyembunyikan rindu
Untukmu..

14 November 2010

  • Share:

You Might Also Like

0 comments