Cerita Singkat Pagi

By Afrilia Utami - March 07, 2012

Saya suka di pagi hari
Saat matahari terguling dari tempatnya.

Saya senang dengan mimpi-mimpi sederharna kita,
Setelah berada dalam pagi.
Saya dan kamu berharap bisa saling memiliki cinta
Lebih cerah dari pagi yang mesra sebelumnya.
Dalam kehidupan saja yang lebih dari biasa lagi.


Pagi atau siapa yang paling memagi? Saya tidak memiliki banyak pagi, entahlah ada berapa sisa saldo pagi yang saya punya. Tapi, saya berharap setiap saya bertemu dengan pagi, saya juga dapat menemukan cinta yang dibawakan olehmu. Untuk mengisi saldo pagi saya sekaligus memperpanjang masa aktif sebelum pagi yang telah makin minim dan kadaluarsa.

Pagi ini saya menghampiri piano yang sudah lama diam itu, tidak berbunyi. Karena belum ada lagi yang memainkan tutsnya. Piano itu tidak murung, suka berbunyi ketika saya menghampirinya. Grandpiano itu mengerti saya. Saya telah lewati banyak mimpi juga, dan akan begitu selanjutnya. Bahkan mungkin setelah saya terpisah dan tidak dapat kembali ke dalam jasad saya.

Saya suka berada dihalaman pagi ini. Menuliskan sesuatu dan berharap tidak hanya dalam mimpi dari sesuatu menjadi sesuatu yang lebih nyata terjadi dalam sesuatu lainnya juga. Tapi saya rasa belum menjadi sesuatu. Makanya tanahkelahiran yang sesuatu bagi saya belum mengenal sesuatu dari diri saya.




Tiap pagi, setelah menutup kitab kehidupan itu. Rasa-rasanya saya seperti manusia baru. Dibangkitkan dari keterbatasan kesadaran, antara mimpi yang kita jalani pelan-pelan. Saya mencoba berbicara dengan piano, ia seakan senang melihat saya kembali berada di dekatnya. Seperti api kecil yang nyala ketika hujan. 

Piano mulai menimbulkan bunyi saat saya memejamkan mata dan menghirup senyap piano yang telah lama kehilangan sentuhan. Ia seakan mengajak saya lebih masuk, untuk menjadi piano yang sama mendampinginya.

Iya, saya sudah lama meninggalkan ia sendirian bersama benda-benda yang sendiri lainnya. Lantai jadi lebih dingin, karena saya melepas alas kaki. Dan jendela saya buka satu-satu. Saya juga membuka satu-satu, memeriksa apalagi yang saya rasakan ketika seperti ini, di pagi. Tubuh saya jadi piano, suka berbunyi diam-diam tanpa ada jari yang menyentuhnya. Tubuh saya kerap berusaha berbunyi, lebih mesra dari waktu ke waktu. Usia piano yang kerap tumbuh dalam sentuhan dari hati yang senyap memainkan.

Mimpi-mimpi kita yang sederharna.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments