surat-surat kecil

By Afrilia Utami - April 11, 2012


SURAT I

apa yang telah kita dapatkan, sahabat manisku?
sore yang makin carut sebelum usia tinggal senja.
surat-surat yang terapung menuju alamat petani
yang sudah berhari-hari menangisi lumbung padi?

di selat sana surat-surat tertulis lagi, kawanku
namun ombak tidak mau diam sebentar saja
untuk menenangkan pasir ditepinya yang sempit.
apatah karang-karang yang mati?
nelayan yang menguburkan lama pancingannya
karena telah lama patah harapan pada bahari

di mana pintu mimpi-mimpi di langit muda yang tua
dalam seloka dari kehidupan, dari kawanku yang lama mati
berulangkali menguburkan dirinya di kawah Galunggung
yang hidup berabad silam sambil menanggung murung.

aku ingin menulis hal-hal lagi, Tuhan.
coretan tangan manusia, dan kaki-kaki tapir
yang gemar sekali menjerat malam yang tersisa.
Mereka juga bisa memanjat tempat yang curam,
yang sering merasa hidup krepuskular.

2012

SURAT II

aku ingin menuliskan lagi surat di ambang bulan maret ini-
padamu, Kaf. meneruskan tiupan angin di Lembah Harau.

dari Payakumbuh yang mengecil tiba-tiba. usia dalam pahatan tubuh,
bersahutan dengan laju gesekan daun di bawah atap gua. juga aku itu
matahari yang ikut berjalan bersama di tengah jalan setapak panjang
sebelum kita pulang. menuju dermaga Airud Bungus, pertemuan
ombak yang sering terhambat di batu-batu yang bisu melulu.

Kaf, aku sempat berbicara pada aspal dan kayu kecil di atas kapal
menginginkan seperti pulau Siberut dan Sipora. menggeletakkan
hamparan putih pasirnya,

di dalam surat ini,
bahasa yang pulang tiba-tiba.

2012

SURAT III

dulu..
kamu masih ingat, tsa?
kita senang membuat perahu dari kertas origami
berwarna warni, seperti pipit senyummu yang terlihat.

kemudian, kita mencari air yang terasa lebih jernih dua atau-
lebih banyak titik dari titik-titik yang paling segar dari langit.
sebening air mata tangisan bayi sebelum bertemu kehidupan.
suka sekali meminum air ketuban, sebelum menyusu pada ibu.

dalam lipatan, kita menjadikan kata tenggelam
sebagai bahan bakar, agar ia bergerak.
seakan hidup dari sekedar ukuran.

jari-jari kita yang setengah jadi dewasa suka sekali sembelit
merobek baju ayah, atau seragam sekolah. suka berdarah-darah
menjerit meminta bibi pergi ke plaza, untuk membeli kertas lagi.
membuat perahu lagi. 

perahu itu menuju ke mana, tsa?
hilir yang bergerak menuju segi-segi mimpi yang parau.

2012



  • Share:

You Might Also Like

1 comments