dot

By Afrilia Utami - April 11, 2012

HARI PERTAMA

dan kubuat lagi anak-anak yang turun dari jalan bulan.
pada ikatan ke-16 lusin. apa yang tidak terkira? alif-ba-tsa.
aku masih mengingat wajah sebelum malam dilantunkan
tersenyum di bawah gerimis, dan tetap berdiri.

pada tubuh kita yang tidak seperti anak yang terlahir normal.
maka berjalanlah bersamaku, temani aku, bujuk agar aku-
mau makan lagi. dan dapat sesehatmu ketika kita bersama
di atas bangku ruang rapat.

cinta tidak pernah berbatas,
apalagi alasan untuk kita lekas berpulang dengan penyesalan?
tidak ada. aku suka dengan matamu, yang sebutir matahari.
dan temani aku berjalan, dengan dua kaki ke arah rumah Tuhan.

2012

DUA TIGA ENAM 

diperkotaan silam, lampu-lampu dan rambu hanya menyeru-
kata chairil dalam bait awal puisi tentang kota yang berlalu.
dua arah bergeser tiga meter ke arah dekat kolam di kalbu
ajal kian dekat, rapih sekali dengan senyap pertama.
air mata dan hujan yang pecah menuju sebatas waris.

cinta lebih sering menuju-Mu
aku yang berbenah dalam doa
parau usia yang tinggal senja.

sudah beberapa hari lalu, bukan kanak syurga lagi.
kelebat angin yang terkurung di dalam ruang yang aku seorang
menyetubuhi tubuh-tubuh di atas altar penuh darah dari mimpi.

ini kali di antara bahasa kapiten, suka menerjang topan.
kelepak burung besar, panah-panah dalam perang Yunani
atau roma? kapiten suka dengan angka genap. mengakhiri-
curam usia dengan mata sebelah gelap.

tapi aku hanya manusia biasa yang menuju kematian
bukan kapiten, bukan kapiten, bukan kapiten!
jiwaku masih bergerak penuh. meski bertubi-tubi-
dipukuli angin yang lantang, dan mulutku mulai habis mengucap.
yang tergiring lama sampai ke puncak. Aku yang mengetuk-ngetuk
hati-Mu dengan kapur putih yang masih di tangan kecilku.

2012

  • Share:

You Might Also Like

0 comments