Ode

ode dari hati yang menuliskan

By Afrilia Utami - April 11, 2012



MEMANGGIL ULANG KENANGAN
oleh : Arther Panther Olii

:  Afrilia Utami

Dari beranda April, ada ingatan yang terus mengigil.
Purnama masih lama, Af, namun rindu selalu punya
alasan bersarang di benak. Menjadi onak yang manja,
terus bersahaja menekuri sunyi. Sudah sejauh mana
kau meninggalkan kenangan, Af? O, ingatan ini terus
melemah, menjadi debaran waktu yang asing. Langit
memilih memerah di antara hembusan angin yang
berkabar kecemasan. Akankah hujan  tiba di beranda
ini sebagai isyarat kehilangan, Af?

Maka, izinkan aku memanggil ulang kenangan, Af.
Dari riuh gemuruh silam yang acapkali tenggelam oleh
kealpaan jiwa. Perjalanan kemarin adalah upaya
menggenapkan penyesalan atas doadoa yang tak
teraminkan.

Hadirlah bersamaku di sini, Af. Bawa serta kenangan
yang lembab bersebab rapuh cuaca. Di berandaku,
April akan menjadi nama baru bagi kenangan yang
-terkini- enggan diakrabi penantian.

Gegaslah, Af!


Manado, 03042012.



Sang  Penekuk Gelombang
 oleh : Husni Hamisi

tujuh ekor dikumpulkan sebuah malam
dalam lautan yang  bergema kembali
di menara bunyi dengung  lonceng  kecil
ke lautan. di tepian hidup sepasang daun
telinga anak itu menjala gelombang
mengibas kura-kura dari tepi dari arus
ke atas serak-serak pasir bekas karang

sebotol anggur tua  berlabuh diam - diam
menurunkan sauh di dermaga tersembunyi
di dunia lain.seekor berenang melepas lagu
ke angkasa. nun melompat riang di sela - sela
tetumbuhan laut. jari - jari menjaring asin samudra
sebelah dalam jangan di luar. mata kucing, kata ia
si perahu terkucil berbadan kecil dari batang kerdil
meraung di hamparan air  yang alpa pada alamat
hati saat hari mencari sela - sela untuk mengalir

di atas batu deru ombak singgah sekali
lagi. menghempaskan perahu ke permulaan
masa - masa yang kita inginkan kembali lagi
tetap serius mencicipi rasa sakit. tong kosong
berguling menuju curam jurang karang. suara
siaran di mulut malam berangsur - angsur
mundur jauh ke relung paling dalam

demikian jaman telah berubah. juga dawai
penari kata tak henti - henti melukis sekanvas
tangkai bunga di tingkap mata penghuni negeri
ada kekosongan ada juga selembar daun kuning
kita sengaja melupakan ke arah mana daun itu
memulangkan gemuruh tualang yang tersisa   

lima ekor di dalam kerangkeng duduk tenang
bertelur. menunggu tetes -tetes penghabisan luruh
sampai bila hegemoni kuasa di dunia lain mengajak
berenang. sepasang sirip ini tak kunjung sembuh
tetap meringis meminta luka baru di gores kembali
kaki - kaki karang. suara lonceng penanda arah
bergumam sepoi - sepoi di tanjung itu. teng - teng
bergelombang meruahi seufuk senja yang merah

usia kita.


// selamat ulang tahun afrila utami

.2012 

Pijar Timur
oleh : Fahrur Rozi Atma

Aku panggil kau timur yang jauh
dari mata, menggantung di angkasa
Dengan bahasa pagi
suara-suara yang meninggalkan pantai

Setelah beratus liris menggiris nadi
Ngilu mengucap namamu
Yang senantiasa bergelombang menerjang rindu
Yang aku tanam pada karang batu

sampai semua pergi membawa sepi simbol serta ramai angka-angka
berikut metafora yang berkelindan pulang
laut masih saja menaut langit sebagai paling
dari hal yang tak sampai

tak sampai, ah aku tinggalkan saja semua
lalu menuju goa-goa gunung untuk menyederhanakan huruf lantas jadi kata
semoga kau melambai

semoga, ya semoga, seperti doa
yang aku lafadz dalam kematian bahasa
dalam pandam, terendam angin
berulangkali mendiamkan semua. aku, mungkin juga kau

selamat ulang tahun adikku Afrilia Utami, maaf telat baru bisa rampung soalnya


  • Share:

You Might Also Like

0 comments