AFRILIA UTAMI
SEJAK
Bulan belum berbicara karena gugup
sendiri, An.
Dari suara yang pecah dengan malam
kemusim
Gugur dan aur dari pejaman yang telah
kabur
Mungkin, karena kita belum mengenal
Malaka
Yang sudah terkubur dengan bendera.
Kemudian-
Granat meledak, dan cahaya jadi kian
redup tertiup
Aku dan kamu sama tak tahu ludah api
yang surut
Menggosongkan matahari di atas kita,
An. Terbang-
Pulang dan hinggap dari sepi yang mati
mawai.
An, kamu tidak akan mati di sini
mengulang nyanyian
Yang berlalu dari sekian dialektika
derita ke dalam wine.
lalu kata, lalu angka, lalu warna, lalu
ingatan, lalu luap
di atas sobekan kain morin yang
berlucutan darah-dara.
Gambar yang sepotong-potong, yang tak
pernah tentu.
Mimpi? Kukira kita tak pernah bermimpi,
An. Karena-
Terlalu lelah untuk membedakan mimpi
dan kenyataan.
; Di mana keadaan tak pernah sama. Dan
kita terkubur
Dengan cara berkejaran dengan Tuhan
yang Maha baik-
Dan sembunyi itu. Kukira, An. Kau telah
mengetahui
Sepotong pesan-pesan termagis. Yang
mendiamkan.
2012
--------------------------------------------------
SABIT
Menara-menara telah rubuh saat
menembus-
nafas adzan.
Aku ingin merangkul cahaya yang jauh
sana
Mengajak berbincang, mengapa ia suka
diam
seakan sergapan mengupayakan persamaan
di sisa titik.
Sabit sudah terlalu tua. Kau tahu yang
lebih
Muda ketimbang langit yang hampir jatuh
Menyentuh kepala usia. Seakan bohlam
padam
Yang kemudian pecah, inginkan nyala
lagi.
Aku terus ingin menyusu pada-
dada-dada yang menantang agak
deras
setelah sisa guntur
membelah keningmu
setelah kita pura-pura melenyapkan
pilihan.
2012
--------------------------------------------------
PADAM
Namun yang tersisa hanya segelintir
hujan yang basi
Meresap terbawa cahaya warna pelangi
yang hanyut-
Begitu saja. Daun-daun gugur,
batang-batang hilang
Hanyalah tangan-tangan yang melambaikan
ajakan
Kepada bidadari dan kata-kata Nabi
setelah masanya.
2012
--------------------------------------------------
GERIMIS YANG NAIK KE ATAS
Jauh-jauh aku berjalan, dari gurun ke
gurun
Aku telah terbakar, sebelum oase
sepanjang-
gersang. Tapi hujan telah kering. Tapi
hujan
telah lama tiada. Membawa mayat yang
ingin-
ke atas, dan tak bisa kembali turun
dari awan.
Aku lihat pohon kurma muda,
melambai-lambai
Meminta aku menuju, dengan dahaga dan
luka.
Mungkin tak ada hujan, di gurun-gurun.
Hanyalah debu, hanyalah panas
Selain bisik gemisir pasir.
Tapi ada yang mengalir dari pelangit
tiba-tiba.
Aku berlari dari guntur, tapi tak
sampai-sampai.
Tak mati-mati! Tak hilang dari ilusi!
Tak! Tak!
Tak juga kering lagi.
Aku telah basah, basah itu aku kini.
Terbuang-
begitu saja. Bersama sisa gerimis yang
sebentar.
2012
--------------------------------------------------
REDUP
Lampu redup. Hanya cahaya yang
berpantulan
dari titik air mata. Do'a-do'a merapat
kepangkuan
Sujud yang terbenam, dari ayat naqli.
atau syafaat
para Nabi.
Aku
ingin redup,
sebentar saja. Di tengah lail yang
belum sempurna
Jibril yang mungkin ingin mengajakku ke
atas sana.
Aku
ingin redup,
biar mendapatkan cahaya-cahaya dari
masing-masing
hening. Bait-bait sunyi, yang tak
pernah terselesaikan.
Aku siap, melengkapi semua sepi yang
semua-semua.
2012
--------------------------------------------------
GELETAR
di bahasamu ada kesunyian yang begitu
rapih
kau sembunyikan dari sebentuk nama
ganjil
rekayasa kobaran-kobaran dalam
lembaran-
harian. saat kehidupan jadi seputih
salju jauh.
geletar guntur dari lengking separuh
mega
dari ketukan awan-awan merah. senja
hilang.
arah-arah muara yang dangkal, serupa
tatapmu.
di matamu genting bayangan masa lampau
dengan lenting suara waktu. kadang
gugur
terbentang pedang, dan wangi bunga
bungur
terkubur jauh ditumbuhi luka-luka yang
piuh.
sebagaimana geletar yang liar dari
senyapmu
pecahan bulan di atas kolam yang
kehilangan
beling-beling tajam, berwartakan
kegelisahan
malam yang dicakar empat belas kucing
betina
yang mangaung inginkan kolam
segera surut
menuju langkah-langkah yang tak
teralamatkan.
2012
--------------------------------------------------
0 comments