api terus berkobar membakar tubuhku, anatha.
tubuhku akan hangus sama seperti kayu yang telah menjadi abu, karena api.
anatha, pergilah dan berlari jangan terlalu dekat dengan denganku. api ini akan
mengikuti bathin, dan tangisan adalah bahan bakarnya. jangan menangis, untuk
aku. jangan mengurung bulan itu di dekatku. langit tampak padam, dan hanya
panas api yang membakar tubuhku juga bulan yang hampir separuh terlahap mulut
naga.
anatha, pergilah.
jangan berbalik, biarkan api dan tubuhku padam dengan sendirinya. melangkahlah
terus, ikuti lampu-lampu di depan sana. tetapi jangan mengikuti lampu palsu
yang terlalu menyilaukan sepasang matamu, anatha. ikutilah anak-anak mungil
yang sedang bermain, menyebrangi jembatan untuk bertemu dengan kehidupan.
jangan katakan, malam telah hilang diporandakan api. jangan katakan api telah
membuat rapuh dan mati. jangan, anatha. karena api, aku menyuruhmu pergi untuk
mengenal tanah, air, dan udara. supaya kau dapat kembali ke asalmu, tempat
tiada yang terbakar dan hangus seperti kayu itu.
"tapi, aku
tak dapat pergi. dan karena api, mataku telah terbakar dan tak bisa
melihat!"
bukan karena api.
bukan. hanya saja kau terlalu dekat dengan api. dan melihat bagaimana rasanya
matamu terbakar padahal panasnya bukan api, dan yang membakar bukan api, hanya
setelah sentuhnya
terjebak dalam ilusi-ilusi yang menakutkan. anatha, api itu
membawa malaikat dengan sayap yang ketujuhnya telah terbakar, dan ia tak dapat
pulang. tersalib di sini, bersamaku, anatha. bulunya telah hangus juga kulitku.
dan jantungku yang kini melolonglolong, dan tanganku yang telah patah masih
ingin menuliskan sesuatu sehabis api itu, melahapku.
anatha pergilah
ini malam
sudah larut
dan
malam.
api-api
membakar hati
yang
tak hati-hati
ingatlah, anatha
jangan terbakar
seperti kayu
jangan.
25 Desember 2011
0 comments